Haluannews Ekonomi – Rencana pemerintah menaikkan tarif royalti mineral dan batu bara (minerba) menimbulkan perdebatan sengit di kalangan pelaku usaha. Apakah kebijakan ini akan menghambat program hilirisasi yang tengah digencarkan? Ketua Forum Industri Nikel Indonesia (FINI), Alexander Barus, menyuarakan kekhawatirannya. Menurutnya, rencana kenaikan tersebut perlu dikaji ulang secara cermat.

Related Post
Barus menekankan pentingnya mempertimbangkan dampak kenaikan tarif royalti terhadap kelangsungan program hilirisasi dan industrialisasi. Ia mengakui potensi hambatan yang signifikan, namun tetap optimistis selama tidak terjadi oversupply. Dengan kata lain, peningkatan produksi yang terlalu besar akibat kebijakan ini bisa menjadi bumerang.

Dalam wawancara eksklusif bersama Haluannews.id di program Closing Bell, Senin (21/04/2025), Barus mengungkapkan pandangannya secara detail. Ia menjelaskan bagaimana kenaikan tarif royalti berpotensi meningkatkan biaya produksi, sehingga daya saing produk Indonesia di pasar global bisa tergerus. Hal ini tentu akan berdampak pada investasi dan pertumbuhan ekonomi.
Meskipun demikian, Barus juga menyampaikan sejumlah strategi yang bisa dilakukan pemerintah untuk meminimalisir dampak negatif kenaikan tarif royalti. Ia menyarankan agar pemerintah memberikan insentif fiskal dan non-fiskal kepada pelaku usaha agar tetap mampu bersaing. Selain itu, perlu juga dilakukan koordinasi yang lebih intensif antara pemerintah dan pelaku usaha untuk memastikan program hilirisasi tetap berjalan lancar.
Pertanyaan besar kini menggantung: apakah pemerintah akan mempertimbangkan masukan dari pelaku usaha? Atau tetap ngotot dengan rencana kenaikan tarif royalti minerba, yang berpotensi menghambat program hilirisasi yang selama ini menjadi andalan pertumbuhan ekonomi Indonesia? Kita tunggu saja kelanjutannya.
Editor: Rohman
Tinggalkan komentar