Haluannews Ekonomi – Geger! RUU pajak ambisius Presiden Donald Trump ditolak kubu sendiri di Partai Republik. Langkah ini menimbulkan gelombang kejut di pasar dan menyoroti krisis utang AS yang semakin mengkhawatirkan. Haluannews.id mengutip Reuters, Sabtu (17/5/2025), mengungkapkan penolakan tersebut terjadi di Dewan Perwakilan Rakyat AS.

Related Post
Trump ngotot mendorong parlemen yang didominasi Partai Republik untuk mengesahkan undang-undang yang memperpanjang pemotongan pajak 2017. Namun, analis independen memperingatkan langkah ini akan menambah beban utang federal yang sudah mencapai US$ 36,2 triliun. Bayangan bahaya semakin nyata. Moody’s, lembaga pemeringkat yang masih memberikan peringkat AAA untuk AS, memprediksi beban utang negara akan mencapai 134% dari PDB pada 2035, melonjak dari 98% di 2024.

"Pemerintah dan Kongres AS terus gagal mencapai kesepakatan untuk membalikkan tren defisit fiskal tahunan yang besar dan biaya bunga yang terus meningkat," tegas Moody’s dalam pernyataannya. Lembaga ini juga menyoroti minimnya rencana pemotongan pengeluaran dalam proposal fiskal yang ada.
Puncaknya, Komite Anggaran DPR yang dikuasai Partai Republik secara mengejutkan menolak RUU tersebut pada Jumat lalu. RUU yang juga mencakup penghapusan pajak tip dan lembur, peningkatan belanja pertahanan, serta dana tambahan untuk pengetatan perbatasan, kandas di tengah jalan. Ketua Komite, Perwakilan Jodey Arrington dari Texas, berencana mengajukan kembali RUU tersebut pada Minggu malam.
Penolakan ini merupakan pukulan telak bagi Trump. Ia sebelumnya mendesak anggota Partai Republik melalui media sosial untuk bersatu mendukung RUU tersebut, bahkan sampai menyebut mereka yang menolak sebagai "pencari panggung". Lima dari 21 anggota Partai Republik di komite memilih melawan RUU tersebut. Mereka menuntut pemotongan lebih lanjut pada program kesehatan Medicaid dan pencabutan insentif pajak energi hijau.
Perwakilan Ralph Norman, salah satu konservatif garis keras yang menolak RUU, membela keputusannya. Peristiwa ini menimbulkan pertanyaan besar tentang masa depan fiskal AS dan kemampuan pemerintah untuk mengatasi krisis utang yang membayangi.
Editor: Rohman










Tinggalkan komentar