Haluannews Ekonomi – Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) kembali ambles ke level psikologis 7.200-an setelah kemarin sempat menguat hingga 7.300. Penutupan perdagangan Selasa (26/11/2024) menunjukkan IHSG merosot 0,93% ke posisi 7.245,89. Nilai transaksi mencapai Rp 11,3 triliun dengan volume perdagangan 19,6 miliar saham yang diperjualbelikan sebanyak 1,2 juta kali. Dari 635 saham yang diperdagangkan, 217 saham menguat, 364 saham melemah, dan sisanya stagnan.

Related Post
Hampir seluruh sektor saham tertekan, kecuali sektor properti yang masih mampu mencatatkan penguatan 0,74%. Sektor energi menjadi yang paling terdampak, mengalami koreksi hingga 1,07% dan menjadi salah satu penekan utama IHSG. Tiga emiten perbankan besar turut membebani IHSG, yakni BMRI (-15,6 indeks poin), BBCA (-11,5 indeks poin), dan BBRI (-10,2 indeks poin).

Sentimen wait and see masih mewarnai pasar, menunggu rilis data ekonomi penting dan agenda domestik, terutama Pilkada serentak yang digelar Rabu (27/11/2024) di 545 daerah. Meski demikian, sejumlah pengamat menilai dampak Pilkada terhadap IHSG relatif minim. Myrdal Gunarto, Global Markets Economist Maybank Indonesia, mengatakan kondisi sosial politik dalam negeri relatif stabil, sehingga pergerakan rupiah lebih dipengaruhi faktor eksternal, terutama perkembangan global. Ia menambahkan bahwa meskipun tensi geopolitik mereda di Timur Tengah, tekanan dari Ukraina dan kekhawatiran terkait pemerintahan Trump masih perlu diwaspadai.
Di sisi global, pasar menanti rilis data inflasi pengeluaran pribadi masyarakat AS (PCE) pada Rabu. Konsensus memperkirakan PCE Oktober 2024 akan naik menjadi 2,3% (yoy), lebih tinggi dari 2,1% (yoy) di September. Kenaikan ini berpotensi membuat The Fed ragu untuk memangkas suku bunga pada pertemuan bulan depan, yang berdampak negatif pada nilai tukar rupiah. Selain itu, notulen pertemuan FOMC November juga akan dirilis, memberikan gambaran lebih lanjut mengenai proyeksi suku bunga The Fed. Meskipun PMI Flash AS S&P Global menunjukkan penurunan tekanan harga, pertumbuhan ekonomi yang lebih cepat menimbulkan pertanyaan tentang urgensi pelonggaran kebijakan moneter. Hal ini menciptakan ketidakpastian mengenai kemungkinan penurunan suku bunga lebih lanjut pada Desember.
Haluannews.id Research
[email protected]
(chd/chd)
Tinggalkan komentar