Haluannews Ekonomi – Demam emas tengah melanda pasar investasi global. Lonjakan harga logam mulia ini tak lepas dari kebijakan proteksionis Presiden AS Donald Trump yang menciptakan ketidakpastian ekonomi. Hal ini turut berdampak signifikan pada transaksi emas di Indonesia, seperti yang diungkapkan Direktur Utama PT Kliring Berjangka Indonesia (KBI), Budi Susanto.

Related Post
Budi menjelaskan, pergerakan harga emas saat ini sangat bergantung pada hasil negosiasi antar negara dalam merespon kebijakan tarif Trump. "Jika perang tarif mencapai kesepakatan, harga emas berpotensi kembali stabil, bahkan menurun," ujarnya dalam wawancara di Jakarta beberapa waktu lalu. Menurutnya, pencapaian keseimbangan (equilibrium) akan mendorong investor kembali ke aset berisiko tinggi seperti forex dan saham.

Namun, emas sebagai komoditas global tetap menyimpan potensi kenaikan. Budi memprediksi, harga emas masih berpeluang mencapai US$ 3.500-US$ 3.600 per troy ons pada akhir tahun. Ia juga menekankan tren positif emas digital yang diyakini akan terus berkembang, kendati platform investasi multi aset masih bergantung pada regulasi pemerintah.
Tantangan utama saat ini, menurut Budi, adalah mengarahkan investasi masyarakat dari platform ilegal ke platform legal. Keunggulan emas digital, seperti kemudahan akses dan transaksi serta keamanan pencatatan, menjadi daya tarik tersendiri bagi investor. "Pertumbuhan transaksi emas digital sangat menguntungkan bagi kami sebagai fasilitator," tambahnya.
Kinerja KBI sendiri cukup menjanjikan. Pada kuartal I 2025, KBI mencatat pertumbuhan pendapatan 26,43% (year-on-year) dengan lonjakan volume transaksi komoditas Loco London di Bursa Berjangka Jakarta (JFX) sebesar 20,2%, mencapai 1.491.864 lot. Menghadapi tantangan Currency-Commodity Double Squeeze, KBI fokus pada optimalisasi sistem, perluasan jaringan Resi Gudang, dan peningkatan keamanan transaksi.
Editor: Rohman
Tinggalkan komentar