Haluannews Ekonomi – Gejolak ekonomi global membuat dolar AS kehilangan pamornya sebagai aset safe haven. Hal ini diungkapkan langsung oleh Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati. Menurut beliau, yen Jepang dan euro Eropa kini menjadi pilihan utama investor di tengah ketidakpastian ekonomi global.

Related Post
Data Haluannews.id menunjukkan penguatan yen sebesar 9,3% dan euro 9,1% terhadap dolar AS hingga 28 April 2025. Sebaliknya, rupiah terkontraksi 4,5%, sementara dolar AS sendiri mengalami penurunan 8,5%. Uniknya, mata uang China masih mencatatkan penguatan tipis 0,1% year to date.

"Safe haven sekarang adalah euro dan yen Jepang," tegas Sri Mulyani dalam konferensi pers APBN, Jumat (2/5/2025). Ia menekankan perlunya kewaspadaan, mengingat tidak ada aset yang sepenuhnya kebal terhadap gejolak ekonomi.
Sri Mulyani menilai, tekanan pada dolar AS bersumber dari ketidakpastian ekonomi di Amerika Serikat sendiri. Perang dagang yang dipicu oleh Presiden AS Donald Trump, serta konfliknya dengan Gubernur Bank Sentral AS (The Fed), Jerome Powell, turut memperburuk situasi.
"Pak Powell disebut Pak Trump sebagai ‘Mr. Too Late’," ungkap Sri Mulyani, merujuk pada keinginan Trump untuk menurunkan suku bunga demi mendongkrak ekonomi. "Hubungan yang tegang antara eksekutif dan bank sentral AS berdampak pada suku bunga, yield SBN, dan melemahkan dolar."
Haluannews.id mencatat, kinerja dolar AS berada di titik terburuk dalam sejarah kepresidenan Trump. Indeks dolar AS telah merosot 9% sejak pelantikan Trump pada 20 Januari 2025 hingga 25 April 2025. Penurunan tajam 4,5% sepanjang April bahkan menjadi yang terburuk sejak setidaknya 1973.
Kebijakan tarif Trump justru mendorong investor beralih ke aset di luar AS, melemahkan dolar dan menguatkan mata uang lain, termasuk emas. Euro, franc Swiss, dan yen menguat lebih dari 8% terhadap dolar sejak Trump kembali menjabat.
Kekhawatiran investor semakin meningkat akibat komentar Trump terhadap Powell, termasuk ancaman pemecatan. Meskipun Trump kemudian membantahnya, dampaknya sudah terasa. UBS Group AG bahkan memangkas proyeksi dolar untuk kedua kalinya dalam dua bulan terakhir.
Analis memprediksi kinerja dolar sangat bergantung pada perkembangan hubungan AS-China. Deutsche Bank AG bahkan memperingatkan tren penurunan struktural dolar dalam beberapa tahun ke depan, berpotensi membuat dolar jatuh ke level terlemahnya dalam lebih dari satu dekade terhadap euro.
Data Commodity Futures Trading Commission menunjukkan peningkatan posisi short terhadap dolar hingga $13,9 miliar pada minggu berakhir 22 April, tertinggi sejak September lalu. Ini menunjukkan spekulasi pelemahan dolar yang semakin kuat.
Editor: Rohman
Tinggalkan komentar