Bom Waktu! Nasib Bank RI di 2025?

Bom Waktu!  Nasib Bank RI di 2025?

Haluannews Ekonomi – Isu likuiditas yang membayangi perbankan Indonesia sepanjang tahun ini diprediksi akan berlanjut hingga tahun depan. Persaingan ketat memperebutkan dana masyarakat bukan hanya terjadi antar bank, tetapi juga dengan pemerintah. Banjaran Surya Indrastomo, Chief Economist BSI, mengungkapkan bahwa jatuh tempo pembayaran Surat Utang Negara (SUN) sekitar Rp 700 triliun per tahun selama tiga tahun mendatang, ditambah pengeluaran utang pemerintah rata-rata Rp 600 triliun per tahun, menciptakan kebutuhan likuiditas jumbo sekitar Rp 1.300 triliun per tahun. "Ini yang membuat, kalau jatuh tempo, harus diganti. Kecuali ada pola lain yang tak perlu mengambil dana beredar," jelasnya dalam Sharia Economic Outlook di Kantor Pusat BSI, Senin (23/12/2024). Pemerintahan baru juga membutuhkan pembiayaan tambahan untuk program-programnya, semakin memperketat persaingan likuiditas.

COLLABMEDIANET

Perbankan pun harus bersaing dengan pemerintah yang menawarkan instrumen investasi dengan imbal hasil menarik, seperti ORI dengan kupon di atas 6% tenor 3 tahun. Tak heran jika "perang" insentif, cashback, dan hadiah yang marak di tahun ini berlanjut tahun depan. Anton Hermawan, Presiden Direktur Krom Bank (BBSI), menegaskan, "Perang insentif, cashback, hadiah, itu sangat dimunculkan tahun ini, dan saya rasa tahun depan juga nggak akan berhenti," ujarnya di Penang Bistro, Selasa (3/12/2024).

Bom Waktu!  Nasib Bank RI di 2025?
Gambar Istimewa : awsimages.detik.net.id

Ekonom LPPI, Ryan Kiryanto, menambahkan bahwa perbankan menghadapi isu besar terkait likuiditas. Rasio pinjaman terhadap simpanan (LDR) perbankan mencapai 87,50% per Oktober 2024, mengindikasikan likuiditas yang ketat. "Ruang bank untuk ekspansi kredit semakin terbatas, apalagi bank konservatif. Dengan LDR di atas 80%, mereka lebih hati-hati dan tak agresif dalam ekspansi," terangnya di Jakarta Selatan, Jumat (20/12/2024).

Bahkan BCA, yang dianggap "over-liquid", dengan LDR 75,1% per kuartal III-2024 (di bawah GWM LDR BI 78%-92%), memilih membayar denda daripada ekspansi kredit yang tak prudent. Hera F. Haryn, EVP Corporate Communication & Social Responsibility BCA, menyatakan komitmen menjaga pertumbuhan kredit berkualitas dan likuiditas yang solid. Pertumbuhan kredit BCA 11,1% yoy per September 2024, melampaui industri (10,85% yoy), namun LDR hanya bertambah 7,69%.

Pertumbuhan kredit industri perbankan nasional mencapai 10,92% yoy (Rp 7.657 triliun per Oktober 2024), sementara DPK hanya 6,74% yoy (Rp 8.751 triliun). Gap 4,18% antara kredit dan pendanaan ini menjadi perhatian. Ryan menekankan perlunya ekspansi kredit yang sesuai kapasitas agar likuiditas bank tak terlalu mepet. CIMB Niaga juga merevisi target penyaluran kredit menjadi 6% karena cost of fund yang tinggi dan daya beli kelas menengah yang menurun. Lani Darmawan, Presiden Direktur CIMB Niaga, memprediksi cost of fund akan tetap tinggi tahun depan, mengharuskan perbankan lebih berhati-hati.

Jika keberatan atau harus diedit baik Artikel maupun foto Silahkan Laporkan! Terima Kasih

Tags:

Ikutikami :

Tinggalkan komentar