Haluannews Ekonomi – Sentimen eksternal yang bergejolak membuat rupiah tertekan terhadap dolar Amerika Serikat (AS). Pada perdagangan Selasa (26/11/2024), rupiah dibuka melemah 0,28% di angka Rp 15.910/US$. Tak sampai tiga menit, pelemahan semakin dalam hingga mencapai 0,38% ke level Rp 15.925/US$. Hal ini terjadi meskipun ada indikasi meredanya konflik di Timur Tengah.

Related Post
Data dari Refinitiv menunjukkan indeks dolar AS (DXY) pada pukul 08:55 WIB naik 0,46% ke angka 107,3, lebih tinggi dari posisi kemarin di 106,82. Meskipun Presiden AS Joe Biden dan Presiden Prancis Emmanuel Macron dikabarkan akan mengumumkan gencatan senjata antara Hizbullah dan Israel dalam 36 jam, situasi di Ukraina-Rusia masih menjadi momok. Hal ini dikonfirmasi oleh bocoran dari empat sumber senior Lebanon yang menyebut rencana tersebut sebagai terobosan diplomatik penting. Juru bicara keamanan nasional AS, John Kirby, menyatakan dukungannya terhadap kesepakatan tersebut, sementara kantor kepresidenan Prancis juga mengonfirmasi kemajuan signifikan dalam negosiasi. Israel pun dikabarkan akan mengadakan pertemuan kabinet untuk menyetujui kesepakatan tersebut.

Namun, bayang-bayang perang Rusia-Ukraina masih menghantui pasar. Kekhawatiran muncul dari Presiden terpilih AS, Donald Trump, yang dikabarkan sangat khawatir dengan meningkatnya penggunaan berbagai jenis persenjataan dalam perang tersebut. Penasihat keamanan nasional pilihan Trump, Michael Waltz, menyatakan bahwa keputusan pemerintahan Biden yang mengizinkan Ukraina menggunakan Army Tactical Missile System (ATACMS) telah mengubah pertempuran dan menyerupai "perang parit Perang Dunia I". Ketidakpastian geopolitik ini menjadi faktor utama yang menekan rupiah. Kondisi ini tentunya perlu diwaspadai oleh pelaku pasar.
Tinggalkan komentar