Haluannews Ekonomi – Nasib PT Sri Rejeki Isman Tbk (SRIL) atau Sritex di bursa saham tengah berada di ujung tanduk. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyatakan bahwa emiten tekstil ini telah memenuhi kriteria delisting. Kepala Eksekutif Pengawas Pasar Modal, Keuangan, Derivatif, dan Bursa Karbon OJK, Inarno Djajadi, mengungkapkan bahwa saham SRIL telah dihentikan perdagangannya (suspensi) oleh Bursa Efek Indonesia (BEI) sejak 18 Mei 2021. Hingga saat ini, tidak ada aktivitas transaksi perdagangan saham SRIL. "Ketiadaan transaksi ini disebabkan oleh penundaan pembayaran pokok MTN tahun 3 tahun 2018, dan sesuai peraturan bursa, suspensi lebih dari 24 bulan masuk kriteria delisting," jelas Inarno dalam konferensi pers virtual, Senin (2/6).

Related Post
Meskipun OJK memberikan pengecualian terkait keterlambatan laporan keuangan, kewajiban SRIL untuk menyampaikan informasi dan laporan keuangan tetap berlaku. "SRIL tetap wajib menyampaikan keterbukaan informasi dan laporan-laporan lainnya," tegasnya.

Analisis kinerja keuangan SRIL menunjukkan tahun 2021 sebagai periode kerugian terbesar sejak perusahaan ini melantai di BEI. Meskipun kerugian tersebut berkurang hingga September 2024 menjadi Rp 637 miliar, penurunan pendapatan yang signifikan sejak 2020 (sebesar 35% dari pendapatan 2020) menjadi pemicu utama kerugian tersebut. Pandemi Covid-19 yang mengganggu rantai pasok global dan menekan permintaan konsumen menjadi faktor utama penurunan pendapatan dan laba SRIL. Kondisi ini memaksa perusahaan mengajukan restrukturisasi utang melalui Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) pada Mei 2021, dengan total utang mencapai sekitar Rp 12,9 triliun.
Sebelum krisis, Sritex melakukan ekspansi besar-besaran yang dibiayai oleh utang berbunga tinggi. Hal ini turut menjadi sorotan dalam kasus kebangkrutan perusahaan. Berdasarkan data BEI per Kamis (22/5/2025), publik memegang 39,89% saham SRIL, setara dengan 8.158.734.000 saham atau Rp 1,19 triliun (dengan asumsi harga saham Rp 146). Ke depan, nasib Sritex di bursa saham akan sangat bergantung pada kemampuan perusahaan dalam menyelesaikan permasalahan keuangannya.
Editor: Rohman










Tinggalkan komentar