Haluannews Ekonomi – Kondisi PT Sri Rejeki Isman Tbk (SRIL) atau Sritex semakin mengkhawatirkan. Informasi yang dihimpun Haluannews.id menyebutkan pabrik tekstil raksasa ini mengalami krisis bahan baku dan sejumlah mesin produksi berhenti beroperasi. Hal ini diungkapkan langsung oleh Koordinator Serikat Pekerja Sritex Group, Slamet Kaswanto, 45 hari setelah pengadilan menyatakan Sritex pailit.

Related Post
"Empat puluh lima hari pasca putusan pailit, tanda-tanda ‘going concern’ tak terlihat. Bahan baku menipis, banyak mesin terhenti, produksi macet, dan nasib karyawan tak jelas," ungkap Slamet, seperti dikutip dari sumber terpercaya, Sabtu (7/12/2024).

Tak hanya itu, rekening perusahaan dikabarkan diblokir kurator. Kondisi ini membuat para pekerja cemas akan pembayaran gaji mereka. Lebih buruk lagi, ancaman pemutusan aliran listrik oleh PLN mengintai karena pemblokiran rekening tersebut. Slamet pun meluapkan kekecewaannya terhadap kurator yang dianggapnya memperburuk situasi.
Upaya mediasi yang ditawarkan Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) untuk menjembatani permasalahan antara Sritex dan kurator, sayangnya dibatalkan sepihak oleh kurator. "Kekecewaan kami sangat mendalam terhadap tindakan kurator. Nasib puluhan ribu karyawan dipertaruhkan tanpa rasa tanggung jawab," tegas Slamet, seraya mendesak pemerintah untuk lebih serius menangani masalah ini.
Jika masalah ini berlarut, ancaman Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) besar kemungkinan terjadi. Slamet bahkan menuding adanya oknum yang merusak industri atas nama hukum. Ia berharap Prabowo Subianto, selaku Presiden, memberikan perhatian serius terhadap nasib buruh Sritex, mengingat kondisi ini berpotensi menjadi catatan buruk bagi pemerintahannya.
"Ini semakin membuat kami geram. Apakah sejarah kelam akan mencatat para kurator sebagai ‘pembunuh’ buruh Sritex jika mereka tak segera memberikan kepastian ‘going concern’?" tegas Slamet.
Sebelum dinyatakan pailit, Sritex memang telah lama terjerat utang yang mencapai Rp 14,84 triliun kepada 30 pihak, termasuk 27 bank dan 3 perusahaan pembiayaan multifinance. Hal ini diungkapkan oleh Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK, Dian Ediana Rae. Permohonan pailit sendiri diajukan oleh PT Indo Bharat Rayon (IBR), sebuah kreditur Sritex dengan sisa utang Rp 101,31 miliar per Juni 2024. Laporan keuangan semester I-2024 menunjukkan liabilitas SRIL mencapai US$ 1,6 miliar (sekitar Rp 25,01 triliun) dan defisiensi modal sebesar -US$ 980,56 juta. Para buruh Sritex yang sebelumnya bekerja normal kini terpuruk pasca putusan pailit Pengadilan Niaga Negeri Semarang.










Tinggalkan komentar