Haluannews Ekonomi – Sejarah ekonomi Indonesia mencatat kasus perampokan emas spektakuler di masa pendudukan Jepang. Seorang perwira Jepang, Hiroshi Nakamura, berhasil mencuri 960 kilogram emas dari Pegadaian di Jalan Kramat, Jakarta Pusat, sekitar tahun 1946. Aksi yang awalnya berjalan mulus ini terbongkar karena gaya hidup mewah sang istri, Carla Wolff.

Related Post
Kejadian ini, yang dikenal sebagai Peristiwa Nakamura, bermula dari kekacauan pasca-perang. Rumah gadai di Jalan Kramat, yang menjadi pusat penyimpanan harta rampasan Jepang, menjadi incaran. Nakamura, dengan dukungan atasannya, Kolonel Nomura Akira, memanfaatkan kekacauan ini untuk melancarkan aksinya. Menggunakan truk, ia membawa kabur emas tersebut dalam 20-25 koper. Nilai emas curian diperkirakan mencapai 10 hingga 80 juta gulden saat itu, menurut catatan De Locomotief (1/8/1948).

Nakamura dan Carla Wolff menikmati hasil kejahatan tersebut dengan hidup mewah. Namun, kemewahan Carla, yang gemar memamerkan kekayaannya – bahkan sesumbar lebih kaya dari Ratu Belanda – menarik perhatian intelijen Belanda dan Inggris. Kecurigaan mereka mengarah pada investigasi, yang akhirnya membongkar seluruh kasus. Ironisnya, bahkan beberapa agen intelijen ikut terlibat, mengambil 20 kg emas sebagai bagian rampasan.
Setelah terbongkar, Nakamura, Wolff, Nomura Akira, dan dua agen intelijen dijatuhi hukuman. Nakamura menerima hukuman terberat, sementara Wolff divonis 8 bulan penjara. Namun, misteri tetap membayangi kasus ini. Hanya sekitar 1 juta gulden emas yang ditemukan pihak berwenang, sisanya hilang tanpa jejak. Berbagai spekulasi bermunculan, mulai dari persembunyian rahasia Nakamura hingga lokasi penyimpanan di kawasan Menteng, Jakarta. Sampai saat ini, keberadaan emas tersebut masih menjadi teka-teki besar dalam sejarah ekonomi Indonesia. Kasus ini menjadi bukti bagaimana kejahatan, sekecil apapun celahnya, dapat terungkap, bahkan karena ulah sang pelaku sendiri.
Editor: Rohman










Tinggalkan komentar