Haluannews Ekonomi – Rupiah kembali terpuruk di hadapan dolar Amerika Serikat (AS) pada penutupan perdagangan Senin (16/12/2024), menyentuh level terendah dalam empat bulan terakhir. Pelemahan ini terjadi di tengah membaiknya data ekonomi AS yang mengindikasikan penguatan ekonomi Negeri Paman Sam.

Related Post
Berdasarkan data Refinitiv, rupiah ditutup melemah 0,03% ke level Rp 15.995/US$. Sepanjang hari, rupiah berfluktuasi antara Rp 16.028/US$ (terlemah) dan Rp 15.980/US$ (terkuat). Penutupan di level Rp 15.995/US$ merupakan yang terdalam sejak 7 Agustus 2024, sebelumnya berada di Rp 16.030/US$.

Bersamaan dengan pelemahan rupiah, Indeks Dolar AS (DXY) menguat 0,04% ke posisi 107,003 pukul 15.00 WIB. Penguatan DXY menjadi salah satu faktor utama yang menekan nilai tukar rupiah.
Pelemahan rupiah sejalan dengan penguatan indeks dolar AS dan kenaikan imbal hasil US Treasury (UST) tenor 10 tahun sejak 6 Desember 2024. Hosianna Situmorang, Ekonom PT Bank Danamon Indonesia Tbk (BDMN), menjelaskan bahwa pelemahan ini terjadi meskipun pasar telah mengantisipasi potensi pemotongan suku bunga oleh Federal Reserve (The Fed).
Penguatan dolar AS, menurut Hosianna, didorong oleh data Indeks Harga Produsen (IHP) AS November 2024 yang lebih tinggi dari ekspektasi. IHP AS tumbuh 3% secara tahunan (yoy), naik dari 2,6% pada Oktober 2024 dan melampaui prediksi pasar sebesar 2,6%. Secara bulanan (mtm), IHP naik 0,4%, lebih tinggi dari 0,3% pada Oktober dan ekspektasi pasar sebesar 0,2%.
Ahmad Mikail, Ekonom Sucor Sekuritas, menambahkan bahwa inflasi produsen yang melampaui perkiraan memicu kenaikan imbal hasil UST tenor 10 tahun, yang pada akhirnya menekan rupiah. Imbal hasil UST tenor 10 tahun meningkat signifikan dari 4,153% pada 6 Desember 2024 menjadi 4,399% pada 13 Desember 2024, naik hampir 25 basis poin (bps). Kondisi ini menarik minat investor ke surat utang AS yang menawarkan imbal hasil lebih tinggi.
Rully Wisnubroto, Chief Economist & Head of Research Mirae Asset Sekuritas Indonesia, menambahkan bahwa sentimen global terkait kebijakan suku bunga The Fed juga mempengaruhi pelemahan rupiah. Meskipun pasar memperkirakan penurunan suku bunga 25 basis poin pada Desember 2024, fokus investor kini tertuju pada prospek kebijakan moneter 2025. Rully memperkirakan The Fed hanya akan memangkas suku bunga dua hingga tiga kali tahun depan, mengingat ekonomi AS yang masih kuat dan inflasi yang tetap tinggi. Ia juga mencatat depresiasi yen Jepang yang signifikan pekan lalu, akibat ekspektasi bahwa Bank Sentral Jepang tidak akan menaikkan suku bunga dalam waktu dekat, turut memperkuat dolar AS dan menekan mata uang regional, termasuk rupiah.
Secara keseluruhan, data IHP AS yang lebih tinggi dari perkiraan menunjukkan potensi inflasi yang tetap tinggi, memperkuat tren bullish dolar AS. Penguatan ini, ditambah kenaikan imbal hasil UST tenor 10 tahun, memberikan tekanan tambahan pada pasar keuangan domestik dan nilai tukar rupiah.
Haluannews.id Research










Tinggalkan komentar