Haluannews Ekonomi – Bank Indonesia (BI) mengungkapkan kejanggalan di pasar keuangan Indonesia. Meskipun rupiah menunjukkan kinerja relatif stabil, pasar saham Tanah Air justru mengalami gejolak signifikan dalam dua bulan terakhir. Destry Damayanti, Deputi Gubernur Senior BI, menjelaskan fenomena ini dalam paparan Rapat Dewan Gubernur (RDG) Maret 2025. Menurutnya, pasar saham sangat sensitif terhadap sentimen ekonomi global dan domestik.

Related Post
"Rupiah relatif stabil dibandingkan negara-negara sejenis, meskipun kita menghadapi ketidakpastian global yang tinggi. Namun, sejak akhir tahun lalu, pasar saham mengalami koreksi cukup besar," ujar Destry. Ia menunjuk kebijakan ekonomi global, khususnya kebijakan Presiden AS Donald Trump, sebagai salah satu faktor penyebab capital outflow di pasar saham Indonesia yang mencapai Rp 22 triliun.

"Kebijakan global berdampak signifikan pada ekonomi global, termasuk Indonesia. Saham sangat rentan terhadap sentimen ini," tambahnya. Berbeda dengan pasar saham, instrumen Surat Berharga Negara (SBN) dan Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI) justru mencatat inflow atau aliran modal masuk sebesar Rp 25 triliun pada Januari-Maret.
"SBN dan SRBI lebih berorientasi pada fundamental ekonomi. Oleh karena itu, kami melihat koreksi di pasar saham sebagai fenomena sementara yang dipicu oleh guncangan kebijakan global," jelas Destry. BI memastikan tetap aktif di pasar, bahkan saat terjadi gejolak. Intervensi dilakukan untuk meyakinkan investor bahwa koreksi rupiah bersifat sementara.
"BI melakukan intervensi di pasar spot, DNDF, dan SBN jika diperlukan," papar Destry. Dengan demikian, stabilitas rupiah di tengah gejolak pasar saham menjadi bukti ketahanan fundamental ekonomi Indonesia.
Editor: Rohman
Tinggalkan komentar