Haluannews Ekonomi – Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) mencatatkan penurunan tajam di awal perdagangan sesi I Selasa (8/4/2025), bahkan sempat mengalami trading halt. Namun, pergerakan IHSG berhasil memangkas koreksi di akhir sesi I. Apa yang terjadi?

Related Post
Pada pukul 12.00 WIB, IHSG ambles 7,71% ke level Rp 6.008,48, setelah sempat menyentuh titik terendah 9,19% di angka 5.912,06. Nilai transaksi sesi I telah melampaui Rp 12,6 triliun dengan volume 14,3 miliar lembar saham dan 888.589 kali transaksi. Dari 795 saham yang diperdagangkan, 23 saham menguat, 672 melemah, dan 93 saham stagnan. Semua sektor mengalami penurunan, dengan sektor bahan baku (-11,01%) dan teknologi (-10,19%) menjadi yang paling terdampak. BBRI, BBCA, dan BMRI menjadi saham-saham yang paling menekan IHSG, masing-masing berkontribusi 49,4, 41, dan 38,4 poin indeks.

Penurunan IHSG ini tak lepas dari sentimen negatif kebijakan tarif baru Presiden Amerika Serikat (AS), yang berimbas pada pasar global sejak Kamis pekan lalu. Libur panjang Lebaran di Indonesia membuat dampaknya baru terasa hari ini. Namun, Haluannews.id mencatat adanya perbaikan di pasar global yang turut mempengaruhi pemulihan IHSG. Wall Street menunjukkan kinerja yang lebih baik dibandingkan perdagangan Kamis dan Jumat pekan lalu, sementara bursa Asia-Pasifik mulai menghijau. Indeks S&P/ASX 200 Australia naik 2%, Nikkei 225 Jepang melonjak 5,93%, KOSPI Korea Selatan naik 0,3%, dan Hang Seng Hong Kong menguat 0,4%.
Di tengah kekhawatiran, beberapa analis melihat secercah harapan. Ahmad Mikail Zaini, Kepala Ekonom Sucor Sekuritas, mengungkapkan potensi surplus neraca perdagangan, penurunan harga impor migas, dan penyempitan defisit pendapatan sebagai dampak positif kebijakan tarif tersebut. Sementara Putera Satria Sambijantoro, Head of Research Bahana Sekuritas, memandang penurunan tajam sebagai peluang beli saham. Pemerintah, melalui Menteri Keuangan Sri Mulyani, juga memastikan upaya mitigasi dampak negatif kebijakan tarif AS yang mencapai 32%.
BEI juga telah melakukan penyesuaian mekanisme perdagangan, termasuk trading halt, untuk melindungi investor dan menjaga stabilitas pasar. Deputi Komisioner Pengawas Pengelolaan Investasi Pasar Modal dan Lembaga Efek Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Aditya Jayaantara, menjelaskan penyesuaian ini sebagai langkah antisipatif dan berdasarkan praktik internasional.
Editor: Rohman
Tinggalkan komentar