Haluannews Ekonomi – Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengungkap maraknya modus penipuan yang telah merugikan masyarakat hingga Rp 700 miliar dalam tiga bulan terakhir. Berbagai modus licik digunakan para pelaku, mulai dari transaksi belanja online fiktif hingga jebakan investasi manis. Hal ini disampaikan Kepala Eksekutif Pengawas Perilaku Pelaku Usaha Jasa Keuangan, Edukasi, dan Perlindungan OJK, Friderica Widyasari Dewi, dalam konferensi pers Pertemuan Tahunan Industri Jasa Keuangan 2025 di Jakarta.

Related Post
Modus penipuan belanja online menduduki peringkat teratas. "Sudah transfer, barang tidak ada," ujar Friderica, menggambarkan keluhan korban. Selain itu, investasi bodong dan iming-iming hadiah juga menjadi jebakan yang banyak memakan korban. Akun palsu di media sosial, terutama Instagram, pun dimanfaatkan untuk melancarkan aksi kejahatan ini.

"Penipuan lamaran kerja, korban pinjaman online (pinjol) fiktif, pengiriman file apk lewat WA, dan yang paling mengkhawatirkan, love scam, juga banyak memakan korban," tambah Friderica.
Data OJK per 9 Februari 2025 mencatat 42.257 laporan penipuan, dengan 40.936 laporan telah terverifikasi. Indonesia Anti Scam Center (IASC), inisiatif OJK yang bekerja sama dengan Satuan Tugas Pemberantasan Aktivitas Keuangan Ilegal dan lembaga terkait, berhasil memblokir Rp 100 miliar dari rekening pelaku. Namun, kerugian total mencapai angka fantastis: Rp 700 miliar.
Keberadaan IASC, yang dibentuk sesuai amanat Undang-Undang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (PPSK), berfokus pada pengawasan pinjol dan transaksi ilegal. Respon masyarakat terhadap IASC terbilang tinggi, namun Friderica menekankan pentingnya kecepatan pelaporan untuk memaksimalkan peluang penyelamatan dana korban. "Banyak kasus diadukan padahal sudah terjadi lama. Kecepatan masyarakat lapor ke IASC dapat mempengaruhi dana bisa diselamatkan," tegasnya. Kejadian ini menjadi alarm bagi masyarakat untuk lebih waspada terhadap berbagai modus penipuan online yang semakin canggih.
Editor: Rohman
Tinggalkan komentar