Haluannews Ekonomi – Gubernur DKI Jakarta, Pramono Anung, meluncurkan gagasan inovatif untuk mengatasi keterbatasan pendanaan pembangunan Ibu Kota. Ia mengusulkan pembentukan "Jakarta Collaboration Funding" sebagai alternatif pendanaan di luar Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) yang nilainya mencapai Rp 91,2 triliun. Menurut Pramono, ketergantungan APBD pada pajak, retribusi, dan dividen memiliki kelemahan.

Related Post
"APBD DKI Jakarta sebesar Rp 91,2 triliun memang besar, tetapi ketergantungannya pada sumber-sumber pendapatan tersebut memiliki risiko," ungkap Pramono dalam keterangannya di Balai Agung, Selasa (27/5/2025). Ia menegaskan bahwa skema pendanaan yang diusulkan berbeda dengan skema Danantara yang digagas pemerintah pusat. "Pendekatannya sedikit berbeda," tambahnya singkat.

Pengalaman Pramono dalam membangun INA Funding, Sovereign Wealth Fund (SWF) pertama Indonesia, menjadi inspirasi di balik gagasan Jakarta Collaboration Funding. Ia mendorong Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) DKI Jakarta untuk melakukan penawaran umum perdana saham (IPO) di Bursa Efek Indonesia (BEI). PAM Jaya dan Bank DKI menjadi dua BUMD yang disasar untuk langkah awal ini.
"Saya mendorong PAM Jaya dan Bank DKI untuk IPO. Ini penting untuk meningkatkan transparansi dan akuntabilitas," tegas Pramono. Ia optimistis langkah ini akan memberikan akses pendanaan yang lebih besar dan menarik investor. PAM Jaya, yang saat ini telah memenuhi 71% kebutuhan air bersih Jakarta, ditargetkan mencapai 100% pada 2029. IPO Bank DKI juga diharapkan akan meningkatkan pengawasan publik terhadap kinerja bank tersebut.
Pramono yakin Jakarta Collaboration Funding akan menjadi solusi efektif untuk mengatasi kendala pembiayaan pembangunan Jakarta dan memastikan tercapainya target-target pembangunan di masa mendatang. Langkah ini dinilai sebagai terobosan dalam pengelolaan keuangan daerah dan menarik minat investor untuk berpartisipasi dalam pembangunan Ibu Kota.
Editor: Rohman










Tinggalkan komentar