Haluannews Ekonomi – Pasar global bergejolak hebat. Investor ramai-ramai melepas obligasi pemerintah Amerika Serikat (AS), menandakan runtuhnya kepercayaan terhadap ekonomi Negeri Paman Sam. Perang dagang dan lonjakan suku bunga menjadi biang keladinya. Presiden Donald Trump, dengan slogan "Make America Great Again" (MAGA)-nya, memperparah situasi dengan menaikkan tarif hingga 125% terhadap produk China. Balasan dari Beijing pun tak kalah tajam, mencapai 84%.

Related Post
Haluannews.id mencatat, dampaknya langsung terasa. Pasar saham ambruk, ancaman inflasi membayangi, dan yang paling mengkhawatirkan adalah lonjakan yield obligasi pemerintah AS tenor 10 tahun dari 3,9% menjadi 4,5% dalam hitungan hari – level tertinggi sejak Februari. Ini menunjukkan melemahnya permintaan obligasi AS, yang selama ini dianggap sebagai aset aman (safe haven). Laith Khalaf, kepala analisis investasi di AJ Bell, menjelaskan, kenaikan yield berarti biaya pinjaman membengkak, baik bagi perusahaan maupun pemerintah. "Obligasi seharusnya berkinerja baik saat terjadi gejolak, namun perang dagang Trump merusak pasar utang AS," tegasnya.

Mohammed El-Erian, penasihat ekonomi utama Allianz dan mantan pimpinan PIMCO, menambahkan, lonjakan biaya pinjaman ini menandakan "terkikisnya persepsi bahwa obligasi AS adalah aset aman." Kekhawatiran atas dampak tarif terhadap inflasi dan defisit anggaran AS menjadi pemicu utama. Investor mulai meragukan arah kebijakan ekonomi AS.
Senjata Rahasia China: Jual Obligasi AS?
Muncul spekulasi bahwa negara-negara asing, termasuk China yang memegang sekitar US$ 759 miliar obligasi pemerintah AS, mempertimbangkan untuk menjual kepemilikannya. Jika hal ini terjadi, tekanan terhadap dolar akan semakin besar, dan yield obligasi bisa melonjak lebih tinggi lagi. George Saravelos, kepala riset valas global Deutsche Bank, bahkan memprediksi The Fed terpaksa melakukan intervensi darurat dengan membeli obligasi pemerintah AS untuk menstabilkan pasar. "Kita memasuki wilayah yang belum dipetakan," ujarnya. "Investor telah kehilangan kepercayaan terhadap aset-aset AS."
Resesi AS Mengintai?
Bayang-bayang resesi AS semakin nyata. JP Morgan menaikkan prediksi kemungkinan resesi dari 40% menjadi 60%, menyebut kebijakan ekonomi saat ini "bergeser menjauh dari pertumbuhan". Simon French, kepala ekonom Panmure Liberum, mengatakan The Fed mungkin akan memangkas suku bunga untuk mengurangi dampak terhadap sektor ketenagakerjaan. "Kemungkinan AS masuk resesi kini seperti melempar koin," katanya.
Menteri Keuangan AS, Scott Bessent, membela kebijakan Trump, mengatakan tujuan tarif adalah untuk mengembalikan lapangan kerja dan manufaktur ke AS, meningkatkan upah dan pendapatan. Namun, dampak jangka panjang kebijakan ini masih penuh tanda tanya. Pertanyaan besarnya adalah: akankah China benar-benar melepas obligasi AS dalam jumlah besar? Jika ya, dunia mungkin menghadapi badai keuangan yang jauh lebih dahsyat.
Editor: Rohman
Tinggalkan komentar