Haluannews Ekonomi – Tidak semua cerita kesuksesan konglomerat berakhir manis. Kisah Sudono Salim, pendiri Salim Group, menjadi bukti nyata. Puncak kejayaan yang diraih selama tiga dekade, runtuh seketika di tahun 1998, meninggalkan jejak sejarah yang menggetarkan. Kedekatannya dengan Presiden Soeharto, yang awalnya menjadi pendorong kesuksesan, justru menjadi bumerang di tengah badai krisis moneter.

Related Post
Salim, awalnya pengusaha impor cengkeh dan logistik militer, menjalin hubungan erat dengan Soeharto sejak masa perjuangan kemerdekaan. Kerjasama ini melahirkan kerajaan bisnis Salim Group yang menguasai sektor perbankan (BCA), semen (Indocement), dan makanan (Bogasari dan Indofood). Kemitraan Salim-Soeharto berjalan selama tiga dekade, menghasilkan kesuksesan gemilang bagi keduanya. Namun, hubungan ini menjadi sasaran amuk massa saat krisis ekonomi 1998 memicu sentimen anti-Soeharto.

Krisis 1998 menjadi titik balik. BCA, pilar utama Salim Group, menghadapi penarikan dana massal. Kepercayaan publik runtuh, mengancam kebangkrutan. Sentimen anti-Soeharto yang meluas, menjadikan Salim, sebagai sosok yang dekat dengan penguasa, menjadi target kemarahan rakyat. Kerusuhan Mei 1998 memuncak, dengan sasaran utama aset-aset milik etnis Tionghoa, termasuk Salim Group.
Rumah Salim dijarah dan dibakar. Anthony Salim, putra Sudono Salim, mengalami peristiwa mencekam tersebut. Ia terpaksa menyaksikan kediamannya menjadi sasaran amuk massa, dan memilih menyelamatkan diri ke Singapura. Kerugian materiil sangat besar, BCA mengalami kerusakan parah di banyak cabang, dan Indofood juga tak luput dari serangan. Hanya Indocement yang relatif bertahan.
Akibatnya, BCA diambil alih pemerintah melalui BPPN, menandai berakhirnya kepemilikan Salim atas bank tersebut. Salim Group harus bangkit dari keterpurukan, dengan Indofood sebagai andalan utama. Kini, 25 tahun berlalu, Salim Group kembali menunjukkan tajinya, mengembangkan bisnis di berbagai sektor, termasuk migas dan konstruksi. Kisah Salim Group menjadi pelajaran berharga tentang naik-turunnya dunia bisnis dan dampak politik terhadap perekonomian.
Editor: Rohman
Tinggalkan komentar