Haluannews Ekonomi – Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) ditutup merah pada perdagangan Senin (2/12/2024), ambles ke level psikologis 7.000. Penurunan tajam 0,95% mengantarkan IHSG ke posisi 7.046,99. Meskipun sempat menguat tipis di sesi pertama, IHSG berbalik arah menuju zona merah menjelang penutupan sesi pertama dan terus merosot hingga nyaris 1% di akhir perdagangan.

Related Post
Nilai transaksi mencapai Rp 10,4 triliun dengan 19,1 miliar saham diperdagangkan sebanyak 1,4 juta kali. Dari 791 saham yang diperdagangkan, 222 saham menguat, 370 melemah, dan 199 stagnan. Sektor konsumer non-primer menjadi penekan terbesar, anjlok 2,69%.

Emiten perbankan menjadi biang keladi penurunan IHSG. PT Bank Central Asia Tbk (BBCA) menekan indeks sebesar 16,3 poin, diikuti PT Bank Mandiri (Persero) Tbk (BMRI) 13,4 poin, PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk (BBRI) 11,5 poin, dan PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk (BBNI) 9,6 poin. PT Astra International Tbk (ASII) juga turut membebani IHSG sebesar 7,1 poin.
Anjloknya IHSG tak lepas dari rilis data ekonomi terbaru yang mengecewakan. Aktivitas manufaktur Indonesia kembali mengalami kontraksi, dengan Purchasing Managers’ Index (PMI) manufaktur Oktober 2024 tercatat di angka 49,2, sama dengan September. Kontraksi selama empat bulan berturut-turut ini menunjukkan kondisi manufaktur yang memprihatinkan, terakhir terjadi pada awal pandemi Covid-19 tahun 2020. Kondisi ini berpotensi meningkatkan angka pengangguran dan menekan daya beli masyarakat, yang berdampak negatif pada pertumbuhan ekonomi Indonesia yang sangat bergantung pada belanja rumah tangga.
Situasi diperparah dengan inflasi November yang mencapai 0,30% (mtm), naik dari 0,08% (mtm) pada Oktober. Inflasi tahunan tercatat 1,55% (yoy), dan inflasi tahun kalender 1,12% (YTD). Komoditas makanan, minuman, dan tembakau menjadi penyumbang utama inflasi, dengan bawang merah, tomat, daging ayam ras, dan minyak goreng sebagai komoditas penyumbang tertinggi, menurut Plt. Kepala BPS, Amalia Adininggar Widyasanti. Situasi ini menjadi sinyal peringatan serius bagi perekonomian Indonesia.
Tinggalkan komentar