Haluannews Ekonomi – Kenaikan PPN menjadi 12% berdampak pada pasar modal, meskipun saham bukan objek pajak. Hal ini dijelaskan Kepala Eksekutif Pengawas Pasar Modal, Keuangan Derivatif, dan Bursa Karbon Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Inarno Djajadi, dalam konferensi pers virtual, Selasa (7/1). Dampaknya, perusahaan sekuritas sebagai pengusaha kena pajak (PKP) wajib memungut PPN dari transaksi efek.

Related Post
Inarno menjelaskan, dasar pengenaan PPN adalah biaya transaksi efek atau komisi. "Ini merupakan salah satu komponen biaya atas penjualan efek," tegasnya. Perhitungannya sendiri telah diatur Bursa Efek Indonesia (BEI) melalui surat edaran.

BEI telah menyesuaikan tarif PPN 12% pada seluruh invoice dan faktur pajak atas jasa layanannya mulai 2 Januari 2025. Direktur Perdagangan dan Pengaturan Anggota Bursa BEI, Irvan Susandy, menyatakan bahwa invoice dan faktur pajak sebelum 1 Januari 2025 tetap dikenakan tarif 11%. Ia menambahkan, rincian lebih lanjut akan diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) dari Kementerian Keuangan dan Direktorat Jenderal Pajak. Irvan juga mengimbau agar pembayaran tagihan sebelum 1 Januari 2025 segera diselesaikan untuk menghindari dampak perubahan tarif.
Penyesuaian ini sesuai Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP), yang mengatur kenaikan tarif PPN dalam Pasal 7 ayat 1 huruf a. PPN 12% berlaku untuk seluruh barang dan jasa, kecuali barang kebutuhan pokok, jasa kesehatan, pendidikan, pelayanan sosial, dan beberapa jenis jasa lainnya yang dibebaskan.










Tinggalkan komentar