Haluannews Ekonomi – Nilai tukar rupiah kembali menunjukkan kelemahan di hadapan dolar Amerika Serikat (AS) pada penutupan perdagangan Senin (9/12/2024). Rupiah terpantau melemah tipis 0,09% ke level Rp15.860/US$, setelah berfluktuasi di rentang Rp15.875/US$ hingga Rp15.820/US$ sepanjang hari. Hal ini terjadi di tengah rilis data ekonomi baik dari dalam maupun luar negeri yang memberikan sentimen beragam.

Related Post
Pelemahan rupiah sejalan dengan penurunan inflasi China yang mencapai level 0,2%, jauh di bawah ekspektasi pasar sebesar 0,5%. Inflasi yang berada di level terendah sejak Juli 2024 ini mengindikasikan risiko deflasi yang meningkat di ekonomi terbesar kedua dunia tersebut. Kondisi ini menimbulkan kekhawatiran akan dampak negatif terhadap kinerja ekspor Indonesia, mengingat China sebagai mitra dagang utama.

Namun, di sisi domestik, kabar baik datang dari peningkatan Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) Indonesia pada November 2024. IKK naik menjadi 125,9 dari 121,1 pada bulan sebelumnya, didorong oleh kenaikan Indeks Kondisi Ekonomi Saat Ini (IKE) dan Indeks Ekspektasi Konsumen (IEK). Kenaikan ini, menurut Kepala Departemen Komunikasi Bank Indonesia, Ramdan Denny Prakoso, menunjukkan peningkatan keyakinan masyarakat terhadap kondisi ekonomi pasca pelantikan Presiden Prabowo Subianto.
Meskipun ada sentimen positif dari dalam negeri, namun hal tersebut belum cukup kuat untuk menahan pelemahan rupiah. Ketidakpastian menjelang rilis data inflasi Amerika Serikat (IHK) pada Rabu (11/12/2024) juga turut menekan rupiah. Pasar memperkirakan IHK tahunan akan naik dari 2,6% menjadi 2,7%, yang berpotensi mengurangi peluang Federal Reserve untuk menurunkan suku bunga. Meskipun ada peluang pemangkasan suku bunga oleh The Fed, tekanan pada rupiah tetap besar hingga kepastian kebijakan moneter AS dirilis.
Gabungan sentimen global yang kurang mendukung dan tantangan domestik membuat pasar keuangan Indonesia belum mampu menunjukkan performa yang baik pada hari ini. Haluannews.id Research.










Tinggalkan komentar