Haluannews Ekonomi – Grand Indonesia, pusat perbelanjaan ikonik Jakarta, menyimpan kisah sukses di balik kemegahannya. Lebih dari sekadar mal mewah, kompleks seluas 262.226 meter persegi ini menyatukan mal kelas atas, perkantoran, dan hotel bersejarah, Hotel Indonesia. Kedekatan fisiknya dengan Hotel Indonesia, bahkan terhubung langsung, menambah daya tarik tersendiri.

Related Post
Hotel Indonesia sendiri, diresmikan Presiden Soekarno pada 1962 untuk Asian Games, memiliki nilai sejarah tinggi dan sempat ditetapkan sebagai cagar budaya pada 1993. Namun, pada 2004, pengelolaan hotel beralih dari BUMN, PT Hotel Indonesia Natour, ke swasta, yakni PT Grand Indonesia.

Di sinilah peran Robert Budi Hartono dan Michael Bambang Hartono, konglomerat pemilik Djarum dan BCA, menjadi krusial. Melalui skema BOT (Build, Operate & Transfer) selama 30 tahun, mereka berinvestasi besar-besaran. Haluannews.id mengutip sumber, mereka wajib mengembangkan kompleks tersebut dan membayar kompensasi tahunan kepada PT Hotel Indonesia Natour sebesar Rp 355 miliar selama 30 tahun pertama.
Investasi tersebut berbuah manis. Hartono bersaudara sukses membangun Grand Indonesia Shopping Town, menara BCA, Kempinski Private Residences, dan merevitalisasi Hotel Indonesia. Sejak 2007, kompleks ini menjadi destinasi utama, menyuguhkan beragam pilihan kuliner, ritel, dan hiburan, sekaligus menjadi landmark Jakarta.
Sukses ini menambah portofolio bisnis mereka yang sudah mentereng, memperkuat posisi sebagai orang terkaya di Indonesia versi Forbes dengan total kekayaan mencapai US$ 47,7 miliar atau sekitar Rp 723,8 triliun. Kisah Grand Indonesia menjadi bukti nyata bagaimana investasi cerdas dan visi yang tepat mampu mengubah wajah sebuah kawasan dan menciptakan ikon kebanggaan nasional.










Tinggalkan komentar