Haluannews Ekonomi – Bursa Efek Indonesia (BEI) gencar menjalin komunikasi intensif dengan Morgan Stanley Capital International (MSCI) demi mencari solusi terkait kriteria perhitungan free float indeks. Langkah ini diambil setelah isu tersebut sempat mengguncang Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) dan membuatnya terperosok ke zona merah beberapa waktu lalu.

Related Post
Direktur Utama BEI, Iman Rachman, menargetkan agar pekan ini sudah ada kejelasan dari MSCI terkait penyesuaian kriteria indeks. Dalam proses krusial ini, BEI tidak bergerak sendiri, melainkan berkoordinasi erat dengan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI) untuk mendapatkan hasil terbaik.

"Sedang diproses. Target minggu ini Insya Allah ya. Karena kita harus koordinasi dengan KSEI dan OJK," ungkap Iman saat ditemui di Jakarta, menekankan pentingnya kolaborasi antar lembaga.
Meskipun belum bersedia membuka detail surat yang dilayangkan kepada MSCI, Iman memastikan bahwa inti dari komunikasi tersebut adalah untuk memastikan aturan baru ini diterapkan secara adil dan merata di seluruh bursa saham global.
"Kita tidak protes. Saya cuma mau menanyakan apakah aturan ini berlaku di semua bursa lainnya," tegasnya. Iman menambahkan, BEI juga menjelaskan perbedaan mekanisme perhitungan free float yang diterapkan di Indonesia dibandingkan dengan bursa lain. Tujuannya adalah untuk memastikan adanya kesetaraan (equality) dalam penerapan kebijakan.
Sebagai informasi, pada perdagangan (27/10/2025), pasar saham Indonesia mengalami penurunan tajam hingga 3,8%. Kejatuhan IHSG ini dipicu oleh informasi mengenai rencana MSCI untuk memberlakukan ketentuan baru terkait free float.
MSCI mengusulkan dua pendekatan baru dalam perhitungan free float, dan akan memilih pendekatan yang menghasilkan nilai lebih rendah (lebih konservatif). Pendekatan pertama mempertimbangkan data kepemilikan saham yang diungkapkan perusahaan dan data dari KSEI. Dalam pendekatan ini, saham-saham yang tercatat sebagai Scrip (tidak jelas kepemilikannya) dan dimiliki oleh korporasi akan dianggap bukan free float. Pendekatan kedua hanya menganggap saham Scrip dan saham milik korporasi sebagai non-free float, berdasarkan data KSEI.
Selain itu, mulai Mei 2026, MSCI juga akan mengubah cara pembulatan angka free float, dengan detail sebagai berikut: High float (>25%) dibulatkan ke kelipatan 2,5% terdekat, Low float (5-25%) dibulatkan ke kelipatan 0,5% terdekat, dan Very low float (<5%) juga dibulatkan ke kelipatan 0,5% terdekat.
Dampak dari perubahan ini bagi Indonesia adalah potensi penurunan nilai free float perusahaan-perusahaan yang memiliki kepemilikan besar oleh korporasi atau kelompok tertentu. Akibatnya, porsi saham Indonesia dalam indeks MSCI berpotensi mengalami penurunan, yang tentu saja dapat mempengaruhi minat investasi dan kinerja pasar saham secara keseluruhan.
Editor: Rohman








Tinggalkan komentar