Haluannews Ekonomi – Deposito perorangan terus mengalami penurunan selama tiga bulan berturut-turut. Data Bank Indonesia (BI) mencatat, per Oktober 2024, deposito perorangan hanya mencapai Rp1.437,3 triliun, mengalami penurunan 3,5% secara tahunan (yoy). Penurunan ini semakin tajam jika dibandingkan bulan September (minus 2,7% yoy) dan Agustus (minus 2% yoy). Fenomena ini terjadi meskipun bunga deposito masih tergolong tinggi.

Related Post
Beberapa bankir sebelumnya menuding pergeseran alokasi dana masyarakat ke instrumen investasi lain sebagai penyebabnya. Namun, dengan volatilitas pasar modal yang sedang tinggi, pertanyaan besar muncul: apa sebenarnya yang menyebabkan penurunan ini?

Salah satu faktor yang diungkap oleh pengamat perbankan, Paul Sutaryono, adalah penurunan suku bunga acuan BI yang berdampak pada penurunan suku bunga deposito, meskipun tidak secara langsung dan instan. Penurunan ini membuat deposito kurang menarik dibandingkan instrumen lain, misalnya Obligasi Negara Ritel (ORI) yang menawarkan kupon di atas 6% dengan tenor 3 tahun. Paul menambahkan, dampak Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) yang mencapai 60 ribu juga turut berkontribusi, memaksa masyarakat menengah ke bawah untuk mengambil tabungan mereka.
Senada dengan Paul, Direktur Kepatuhan Bank Oke Indonesia (DNAR), Efdinal Alamsyah, menjelaskan bahwa karakteristik nasabah deposito berbeda dengan investor pasar modal. Nasabah deposito cenderung mencari instrumen investasi rendah risiko, seperti Surat Berharga Negara (SBN), yang menawarkan imbal hasil kompetitif. Selain itu, kenaikan biaya hidup juga mendorong masyarakat menarik dana dari deposito untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Efdinal menambahkan, fenomena ini bisa jadi sementara atau mencerminkan peningkatan literasi keuangan masyarakat.
Direktur Distribution and Institutional Funding BTN (BBTN), Jasmin, menambahkan bahwa masyarakat kini lebih tertarik pada instrumen investasi berbunga tinggi seperti SBN, obligasi, dan reksadana. Koreksi IHSG juga menjadi faktor yang mendorong investor untuk mengalihkan dananya. Ia menekankan bahwa deposan besar cenderung lebih tertarik pada SBN atau saham yang sedang mengalami koreksi harga.
Di sisi lain, perbankan kini lebih fokus mengejar dana murah (CASA) karena biaya dana deposito yang tinggi. Presiden Direktur CIMB Niaga (BNGA), Lani Darmawan, mengatakan bahwa perbankan berlomba-lomba meraih dana murah untuk menjaga likuiditas dan menutup neraca keuangan. Hal senada juga diungkapkan oleh Presiden Direktur Krom Bank (BBSI), Anton Hermawan, dan Presiden Direktur SMBC Indonesia (BTPN), Henoch Munandar. Mereka mengakui persaingan ketat dalam mendapatkan dana murah, bahkan hingga penerbitan surat obligasi untuk memenuhi kebutuhan pendanaan.










Tinggalkan komentar