Haluannews Ekonomi – Pasar kripto kembali bergejolak, Bitcoin, aset kripto andalan, terperosok ke zona bear market pada Selasa (4/11/2025). Padahal, belum lama ini Bitcoin sempat mencetak rekor tertinggi sepanjang masa.

Related Post
Nilai Bitcoin kini diperdagangkan di bawah US$100.000 (sekitar Rp1,67 miliar), pertama kalinya sejak Juni lalu. Penurunan ini mencapai 21% dari level puncak US$126.200 yang dicapai pada 6 Oktober. Bulan Oktober yang biasanya menjadi momen optimis bagi investor kripto, kali ini justru mengecewakan. Bitcoin mencatat kerugian bulanan pertama dalam tujuh tahun terakhir, mengubur harapan akan fenomena "Uptober".

Penurunan lebih dari 5% pada hari Selasa terjadi seiring dengan melemahnya aset berisiko secara umum. Pasar saham pun ikut tertekan akibat kekhawatiran valuasi, menyusul laporan keuangan terbaru dari Palantir dan peringatan dari sejumlah eksekutif bank besar.
Tekanan terhadap Bitcoin sebenarnya telah terakumulasi selama beberapa pekan terakhir. Pasar kripto menghadapi berbagai hambatan yang menekan harga, mulai dari likuidasi besar-besaran hingga perubahan ekspektasi terhadap kebijakan suku bunga The Fed.
"Indeks sentimen turun ke level 21, terendah sejak 9 April, menunjukkan ketakutan ekstrem di pasar," kata Alex Kuptsikevich, Chief Market Analyst di FXPro. "Bulan lalu, level ini memicu rebound, tetapi kini pasar sudah jatuh lebih dalam dari titik tersebut," tambahnya.
Aksi jual ini memangkas kenaikan Bitcoin sepanjang tahun menjadi hanya sekitar 8%, jauh di bawah kenaikan indeks S&P 500 yang mencapai 15% year-to-date. Volatilitas terbaru di pasar kripto dipicu oleh kombinasi faktor global, termasuk kekhawatiran perdagangan, aksi likuidasi, berkurangnya minat terhadap strategi keuangan berbasis kripto, serta revisi ekspektasi pemangkasan suku bunga pasca pertemuan terakhir The Fed.
Gelombang kekhawatiran perdagangan pada 10 Oktober memicu likuidasi posisi long Bitcoin senilai US$19 miliar hanya dalam waktu kurang dari 24 jam. Beberapa perkiraan bahkan menunjukkan nilai likuidasi mendekati US$30 miliar, yang terbesar dalam sejarah Bitcoin.
Menurut Li dari Codex, aksi likuidasi berantai di pasar derivatif luar negeri pada awal Oktober turut membentuk sentimen negatif. Faktor makroekonomi menjadi penggerak utama pasar, seiring meningkatnya ketidakpastian terhadap valuasi saham teknologi dan dukungan The Fed.
Bitcoin sempat mencatat penurunan tajam setelah pertemuan The Fed Oktober lalu, ketika Ketua Jerome Powell menegaskan belum ada kepastian pemangkasan suku bunga pada Desember. Ketidakpastian dukungan kebijakan moneter tersebut semakin menekan aset berisiko seperti Bitcoin.
Berbeda dengan pasar saham yang masih ditopang oleh tren AI, Bitcoin belum memiliki katalis serupa untuk mengangkat harganya. Sebelum aksi jual besar pada Selasa, sejumlah analis mencatat rotasi investor dari kripto ke saham akibat kejatuhan pasar digital pada Oktober.
Pasar kini jauh lebih skeptis bahwa proyeksi optimistis akhir tahun akan terwujud. Tokoh-tokoh bullish seperti Tom Lee dan Geoff Kendrick dari HSBC masih menargetkan harga Bitcoin di kisaran US$200.000, yang berarti aset ini harus melesat 100% hanya dalam dua bulan.
"Dengan tekanan perdagangan yang meningkat, ketidakpastian suku bunga, serta potensi dampak penutupan pemerintahan AS terhadap data ekonomi bulan ini, pembeli belum punya cukup alasan untuk masuk kembali di level US$120.000," kata Guillermo Fernandes, pendiri Blockpliance.
Editor: Rohman










Tinggalkan komentar