AS Incar QRIS & GPN: Negosiasi Dagang Panas!

AS Incar QRIS & GPN: Negosiasi Dagang Panas!

Haluannews Ekonomi – Negosiasi perdagangan antara Indonesia dan Amerika Serikat (AS) memasuki babak baru yang cukup menegangkan. Sistem pembayaran digital Indonesia, khususnya Quick Response Code Indonesian Standard (QRIS) dan Gerbang Pembayaran Nasional (GPN), menjadi sorotan utama dalam pembicaraan tersebut. Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto, membenarkan adanya koordinasi intensif antara pemerintah, Bank Indonesia (BI), dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) untuk merespon permintaan dari pihak AS. "Kami sudah berkoordinasi dengan OJK dan BI, terutama terkait dengan payment yang diminta oleh pihak Amerika," ungkap Airlangga dalam konferensi pers daring.

COLLABMEDIANET

Namun, detail permintaan AS masih menjadi misteri. Airlangga enggan membeberkan secara rinci langkah-langkah yang akan diambil pemerintah. Hal ini mengundang spekulasi mengingat sejarah panjang negosiasi serupa. Pada 2019, Mastercard dan Visa, dua raksasa kartu kredit AS, diketahui melobi pemerintah dan BI terkait kewajiban penggunaan GPN. Saat itu, BI bersikap tegas menolak permintaan pelonggaran aturan tersebut.

AS Incar QRIS & GPN: Negosiasi Dagang Panas!
Gambar Istimewa : awsimages.detik.net.id

Laporan Haluannews.id mengungkap, pada 2019, Indonesia sempat dikabarkan akan menghapus kewajiban penggunaan switching lokal untuk transaksi kartu kredit, memberikan akses langsung kepada Mastercard dan Visa untuk memproses transaksi tanpa mitra lokal. Informasi ini bersumber dari email internal antara pejabat AS dan eksekutif kedua perusahaan kartu kredit tersebut, yang diperoleh melalui Undang-Undang Kebebasan Informasi AS. Email tersebut, berjumlah 200 halaman, menunjukkan upaya lobi yang dilakukan Mastercard, bahkan hingga ke negara-negara lain seperti India, Vietnam, Laos, Ukraina, dan Ghana.

Aturan GPN yang mewajibkan pemrosesan transaksi domestik melalui perusahaan switching dengan mayoritas saham dimiliki investor dalam negeri, dinilai merugikan Mastercard dan Visa. Keuntungan besar dari fee kartu kredit di Indonesia menjadi target utama yang ingin dimaksimalkan kedua perusahaan tersebut. Permintaan pengecualian GPN ini diduga berkaitan erat dengan upaya AS agar Indonesia kembali mendapatkan fasilitas Generalized System of Preferences (GSP), yaitu fasilitas tarif bea masuk rendah untuk produk ekspor Indonesia ke AS, yang telah ditangguhkan sejak 2022. Pertarungan dagang ini pun akan menentukan nasib ekspor Indonesia ke pasar AS. Apakah Indonesia akan mengalah dan membuka akses lebih luas bagi perusahaan AS, atau tetap mempertahankan kedaulatan sistem pembayarannya? Kita tunggu perkembangan selanjutnya.

Editor: Rohman

Jika keberatan atau harus diedit baik Artikel maupun foto Silahkan Laporkan! Terima Kasih

Tags:

Ikutikami :

Tinggalkan komentar