Haluannews Ekonomi – Gejolak harga minyak mentah dunia kembali memanas. Kenaikan signifikan terjadi di tengah kekhawatiran akan perang tarif yang dipicu Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump, serta kebijakan perdagangan AS yang menekan negara-negara pengimpor minyak dari Venezuela dan Iran. Hal ini membuat harga minyak Brent dan West Texas Intermediate (WTI) meroket.

Related Post
Pada perdagangan Kamis (27/3/2025), harga minyak mentah berjangka Brent ditutup menguat 0,32% ke US$74,03 per barel, sementara WTI naik 0,49% ke US$69,92 per barel. Tren positif ini berlanjut sejak pekan lalu, dipicu meningkatnya ketidakpastian di pasar energi global. Harga penutupan tersebut merupakan yang tertinggi sejak 24 Februari, atau lebih dari sebulan lalu. Dalam tujuh hari berturut-turut, harga minyak mencatat penguatan hampir 5%.

Tren positif berlanjut hingga Jumat (28/3/2025) pukul 08.32 WIB. Harga minyak Brent tercatat di US$ 74,13 per barel (naik 0,14%), sedangkan WTI naik 0,16% ke US$ 70,03 per barel. Lonjakan ini didorong oleh kekhawatiran pasar terhadap pasokan minyak mentah yang semakin ketat, ditambah dengan dampak tarif baru AS terhadap perekonomian global.
Ancaman perang dagang menjadi faktor utama. Pengumuman Trump pada Rabu (26/3/2025) tentang rencana penerapan tarif 25% pada mobil dan truk ringan impor mulai minggu depan, serta tarif untuk suku cadang otomotif mulai 3 Mei, semakin memperparah situasi. "Kekhawatiran terbesar bagi minyak saat ini adalah tarif, dan tarif dapat memperlambat permintaan," ungkap Phil Flynn, analis senior di Price Futures Group, kepada Reuters.
Situasi semakin rumit dengan kebijakan Trump yang memberlakukan tarif 25% pada pembeli potensial minyak mentah Venezuela pada Selasa (25/3/2025). Reliance Industries dari India, operator kompleks penyulingan terbesar di dunia, bahkan menghentikan impor minyak Venezuela setelah pengumuman tersebut, menurut sumber pada Rabu.
Data persediaan minyak mentah AS pada Rabu juga menunjukkan penurunan stok minyak AS sebesar 3,3 juta barel minggu lalu, jauh lebih besar dari perkiraan 956.000 barel. Semua faktor ini berkontribusi pada lonjakan harga minyak global yang signifikan.
Editor: Rohman
Tinggalkan komentar