Haluannews Ekonomi – Harga minyak mentah dunia kembali tertekan di pasar global pada perdagangan pagi ini. Data Refinitiv menunjukkan pada pukul 09:45 WIB, Rabu (26/11/2025), harga minyak Brent (LCOc1) dan WTI (CLc1) mengalami penurunan dibandingkan sesi perdagangan sebelumnya. Brent diperdagangkan di level US$63,22 per barel, sementara WTI berada di US$58,74 per barel pada penutupan 25 November 2025.

Related Post
Tekanan terhadap harga minyak terutama disebabkan oleh proyeksi kelebihan pasokan (oversupply) dalam beberapa tahun mendatang. Bank investasi JPMorgan dalam laporan terbarunya memprediksi harga minyak Brent akan merosot hingga US$57 per barel pada tahun 2027. Sementara itu, harga WTI diperkirakan akan berada di level US$53 per barel. JPMorgan juga mempertahankan estimasi harga minyak untuk tahun 2026, yaitu US$58 untuk Brent dan US$54 untuk WTI. Proyeksi ini memicu kekhawatiran di kalangan pelaku pasar, mengindikasikan bahwa tren penurunan harga minyak dapat berlangsung lebih lama.

Menurut laporan Reuters, JPMorgan memperkirakan pertumbuhan permintaan minyak global hanya akan mencapai 0,9 juta barel per hari (bph) pada tahun 2025, menjadi 105,5 juta bph. Pertumbuhan serupa diprediksi berlanjut pada tahun 2026. Peningkatan permintaan baru diperkirakan sedikit meningkat pada tahun 2027 menjadi 1,2 juta bph, namun masih di bawah laju peningkatan pasokan.
Di sisi lain, pasokan minyak global diprediksi akan tumbuh tiga kali lebih cepat dibandingkan permintaan pada tahun 2025 dan 2026, sebelum melambat pada tahun 2027. Separuh dari tambahan pasokan global diperkirakan berasal dari negara-negara non-OPEC+, terutama dari proyek lepas pantai (offshore) besar dan momentum produksi shale di berbagai negara.
Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak Bumi dan sekutunya (OPEC+) sendiri telah meningkatkan produksi sejak April 2025. Pada saat yang sama, Amerika Serikat dan Brasil juga secara agresif meningkatkan pasokan ke pasar. Ketidakseimbangan pasokan inilah yang memicu kekhawatiran akan oversupply dan menekan harga minyak, meskipun permintaan global belum menunjukkan penurunan signifikan.
Meskipun demikian, JPMorgan menilai bahwa pasar berpotensi tetap seimbang jika pertumbuhan permintaan berada di kisaran 0,8 – 1,3 juta bph dalam dua tahun mendatang dan OPEC+ mempertahankan kebijakan produksi yang stabil. Dengan kata lain, keseimbangan pasar minyak sangat bergantung pada disiplin OPEC+ dalam mengatur kuota produksi.
Saat ini, pasar sedang menunggu rilis data stok minyak Amerika Serikat dan perkembangan kebijakan produksi OPEC+ dalam pertemuan mendatang. Selama ketidakpastian permintaan belum mereda dan pasokan terus bertambah, harga minyak diperkirakan akan tetap tertekan dalam jangka pendek.
Editor: Rohman










Tinggalkan komentar