Haluannews Ekonomi – Penyaluran kredit perbankan nasional menunjukkan perlambatan pertumbuhan hingga September 2025. Data Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat, kredit yang tersalurkan mencapai Rp 8.163 triliun, tumbuh 7,7% secara tahunan (year-on-year/yoy). Angka ini lebih rendah 315 basis poin (bps) dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya.

Related Post
Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK, Dian Ediana Rae, mengungkapkan bahwa di tengah perlambatan ini, segmen kredit investasi justru menunjukkan kinerja yang menggembirakan. Kredit investasi mencatat pertumbuhan tertinggi, mencapai 15,18% yoy, melampaui pertumbuhan bulan sebelumnya maupun September 2024. Sementara itu, kredit modal kerja tumbuh 3,37% yoy dan kredit konsumsi 7,42% yoy, keduanya mengalami perlambatan dibandingkan tahun lalu.

"Dari kategori debitur, korporasi tumbuh 11,53% yoy, sedangkan UMKM hanya 0,23% yoy," jelas Dian dalam Konferensi Pers Asesmen Sektor Jasa Keuangan dan Kebijakan OJK Hasil RDKB Oktober 2025.
Bank Indonesia (BI) sebelumnya telah menyoroti perlambatan pertumbuhan kredit ini. Sebagai respons, BI akan menerapkan skema kebijakan insentif likuiditas makroprudensial (KLM) baru bagi perbankan, efektif per 1 Desember 2025. Insentif ini akan diberikan kepada bank yang lebih cepat menyalurkan kredit ke sektor-sektor prioritas.
Gubernur BI Perry Warjiyo menjelaskan bahwa insentif KLM akan diberikan berdasarkan komitmen bank dalam menyalurkan kredit/pembiayaan ke sektor tertentu (lending channel) dan menetapkan suku bunga kredit/pembiayaan yang sejalan dengan arah suku bunga kebijakan BI (interest rate channel).
Insentif KLM terdiri dari insentif lending channel (maksimal 5% dari Dana Pihak Ketiga/DPK) dan insentif interest rate channel (maksimal 0,5% dari DPK), sehingga total insentif yang diterima maksimal 5,5% dari DPK. KLM merupakan insentif berupa pengurangan giro bank di BI dalam rangka pemenuhan Giro Wajib Minimum (GWM).
Dengan skema ini, bank yang cepat menyalurkan kredit ke sektor prioritas akan memperoleh insentif berupa pengurangan GWM hingga 5,5% dari kewajiban GWM saat ini yang sekitar 9%. Perry menambahkan bahwa total insentif ditingkatkan dari semula 5% menjadi 5,5% dari DPK, dengan tujuan mendorong bank menyalurkan kredit sesuai rencana.
Editor: Rohman










Tinggalkan komentar