Haluannews Ekonomi – Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) mengawali perdagangan Rabu (23/4/2025) dengan pergerakan yang sangat signifikan. Lonjakan 63 poin atau 0,96% langsung mengantarkan IHSG ke level 6.460,08. Hanya dalam dua menit, penguatan berlanjut hingga mencapai 1,07%, menembus angka 6.608,09. Fenomena ini diiringi aktivitas perdagangan yang cukup ramai, dengan nilai transaksi mencapai Rp 428 miliar yang melibatkan 701 juta saham dalam 28.230 kali transaksi. Sebanyak 257 saham menghijau, sementara 62 saham melemah, dan 185 saham stagnan.

Related Post
Sektor properti dan teknologi menjadi bintang pagi ini dengan kenaikan signifikan, sementara sektor barang baku menjadi satu-satunya yang mengalami koreksi. Kenaikan IHSG ini sejalan dengan penguatan di bursa Asia lainnya, yang juga merespon sentimen positif dari Wall Street. Presiden AS Donald Trump memberikan sinyal bahwa tarif final untuk ekspor China ke AS tidak akan mencapai 145%, meskipun ia menegaskan bea masuk tetap akan diberlakukan. Hal ini memicu harapan meredanya ketegangan perang dagang AS-China.

Namun, sentimen domestik tetap menjadi faktor dominan, terutama antisipasi hasil Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia (BI) yang berlangsung Selasa dan Rabu (22-23 April 2025). Keputusan BI terkait suku bunga (BI rate) di tengah ketidakpastian global dan perang dagang menjadi sorotan utama. Konsensus dari 19 lembaga/institusi yang dihimpun Haluannews.id mayoritas memproyeksikan BI akan mempertahankan BI rate di level 5,75%, meskipun ada tiga lembaga yang memperkirakan penurunan ke 5,50%.
Ketidakpastian global akibat perang dagang dan potensi perlambatan ekonomi dunia telah mendorong investor ke instrumen yang lebih konservatif, seperti emas dan Yen Jepang. Harga emas bahkan sempat menyentuh level tertinggi sepanjang masa di US$ 3.500,5, didorong oleh penurunan indeks dolar AS dan ekspektasi penurunan suku bunga. Bank investasi besar seperti Goldman Sachs dan UBS bahkan memproyeksikan harga emas akan mencapai US$ 3.700 per troy ons pada akhir 2025, bahkan US$ 4.000 pada pertengahan 2026.
Selain itu, proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia oleh IMF yang dipangkas menjadi 4,7% untuk 2025 dan 2026 juga turut mempengaruhi pasar. Pemangkasan ini disebabkan oleh perlambatan ekonomi global, khususnya di China.
Editor: Rohman
Tinggalkan komentar