EcoReview – Besaran Silpa APBD Provinsi Jambi tahun 2022 yang mencapai 631, 46 miliar dinilai pengamat ekonomi Jambi Dr. Noviardi Ferzi membuktikan dua kelemahan mendasar yang tak mampu dilakukan Gubernur selaku kepala pemerintahan di Provinsi Jambi.
Menurut pengamat kenamaan Jambi ini Silpa yang sangat besar di tahun 2022 membuktikan dua hal, pertama kualitas perencanaan anggaran yang buruk, dan ke dua kinerja Pemprov yang lemah.
” Soal Silpa yang mencapai 600 milyar lebih itu hanya mengambarkan dua hal, perencanaan pendapatan yang buruk dan realisasi belanja yang rendah, dua hal yang dari awal tak pernah tuntas dilakukan Gubernur dan jajarannya, ” ungkap Noviardi Via telp di Jakarta (4/6), selasa malam.
Menurut Noviardi buruknya kualitas perencanaan dapat dilihat Realisasi APBD Provinsi Jambi dari sisi Pendapatan dianggarkan sebesar Rp. 4.33 triliun, terealisasi sebesar Rp. 4.70 triliun atau sebesar 108.53%.
Dalam teori perencanaan, realisasi pendapatan yang terlalu besar bukan memperlihatkan hal yang baik, tapi justru memperlihatkan perencanaan yang tak berkualitas, karena tak mampu menprediksi secara baik potensi pendapatan. Akibat dari lemahnya perencanaan pendapatan ini pembangunan Jambi menjadi terhambat dari sisi pendanaan.
” Seandainya Pemrov Jambi bisa memprediksi pendapatan dengan tepat, akan lebih banyak program yang bisa dianggarkan, tapi karena anggaran tak mampu direncanakan, ya menjadi silpa, ” ungkapnya.
Pada sisi Belanja, Noviardi juga menyoroti anggaran belanja yang dianggarkan sebesar Rp. 5.04 triliun, dan hanya terealisasi sebesar Rp. 4.77 triliun atau sebesar 94,53%, maka, kinerja belanja yang tak optimal melahirkan silpa sebesar Rp. 631,46 miliar.
Noviardi juga mengatakan masalah Silpa ini adalah masalah berulang di tiap tahun APBD Provinsi Jambi yang mencerminkan rendahnya political will dan manajemen kinerja Gubernur dari sisi perencanaan dan serapan.
” Yang salah itu tentu pak Gubernur, selaku leader ia tak berani menetapkan pendapatan dengan lebih tinggi serta kurang mampu memanejen belanja OPD nya, ” ungkapnya.
Pengamat yang dikenal kritis ini juga tak sepakat jika SiLPA sebesar itu dikategorikan efisiensi namun menunjukkan kinerja Pemprov Jambi yang rendah.
” SiLPA tahun 2022 sebesar Rp 600 milyar lebih tidak mungkin hasil efisiensi karena efisiensi yg mencapai ratusan milyar pastilah menyisakan banyak persoalan.” tegasnya
“Ada kecendurungan SiLPA ada hubungannya dengan masalah SDM atau ketidakmampuan birokrasi dalam mengimplelemntasikan atau terdapat kesalahan pada perencanaan,” pungkasnya.
Discussion about this post