Oleh : Sang Awam
EcoPol – Dalam perspektip kekuasan, amat lumrah ketika teman koalisi menjadi pesaing politik. Karena sejatinya teman koalisi juga bagian dari entitas politik yang memiliki keinginan berkuasa dan dukungan publik yang berbeda.
Hadirnya H. Romi Haryato dalam bursa bakal calon Gubernur Jambi 2024 tak terlepas dari fenomena teori tersebut. Fenomena yang menjelaskan konstestasi dan rivalitas politik lahir dari bangunan koalisi yang sebelumnya terjadi.
Dulu, Romi adalah pendukung si anu yang kini berkuasa, tapi ketika si anu sibuk dengan blok kekuasaannya, Romi hadir sebagai penantang.
Sebagai penantang Romi cukup serius, ia rajin melakukan silahturahmi politik ke penjuru negeri, dengan bawaan humble dan egaliter tak butuh waktu bagi Bupati Tanjabtim itu merangkai sel – sel elektoralnya.
Apalagi secara alamiah dukungan itu sudah mengapung dan terpetakan, siapa itu ? Tak jauh – jauh dukungan Romi bisa saja dimulai dari kelompok kecewa yang tak dianggap dalam kekuasaan si anu. Dari potongan kelompok terbaikan ini saja Romi akan mampu memperoleh penggerak yang militan. Militan karena digerakkan rasa kecewa.
Sebagai penguasa si anu pun tak bisa dipandang sebelah mata, ia punya kekuasaan BH 1, ia punya mesin politik dan birokrasi yang menyebar. Selain itu si anu diyakini punya modal finansial yang 2.5 kali lebih besar dari para penantang termasuk Romi.
Apa modalnya itu ? dalam suatu obrolan warung kopi salah seorang teman mengatakan, ” 4,5 hingga 5 triliun APBD yang dikelolanya, bisa menjadi alat untuk bergaya. Meski secara legal itu uang publik, yang namanya penguasa bisa mengunakan sebagai alat citra. Tentu saja ini baru dugaan, tapi untuk pilgub 2024 soal fulus kita bisa menghitung si anu sudah sangat siap.
Meski dalam hal kinerja si anu terlihat kedodoran, baik soal janji politik, masalah Batu Bara maupun kelemahan tim kerja OPD yang belum solid. Tentu saja kelemahan ini menjadi PR bagi si anu dalam upaya mempertahankan kekuasaan.
Namun politik bukan matematika, Romi tetap punya peluang, sebagaimana si anu yang juga punya peluang. Peluangnya pada sejauh mana ia mampu meningkatkan tingkat akseptabilitasnya atau penerimaannya di masyarakat. Soal populeritas hanya soal waktu bisa di pacu, masalah elektabilitas masih ada waktu. Sekarang tantangan Romi hanya satu bagaimana ia bisa diterima luas masyarakat, jika ini bisa dilakukan, kekuasaan si anu hanya menunggu waktu.
- Pengamat.
Discussion about this post