Jambi – Pengamat kenamaan Jambi Dr. Noviardi Ferzi menilai, pertumbuhan ekonomi Provinsi Jambi hingga saat ini masih belum berkualitas. Pasalnya, pertumbuhan yang dicapai belum mampu memberikan lapangan kerja yang besar untuk masyarakat.
Menurutnya, tingginya capaian investasi tidak sejalan dengan penyerapan tenaga kerja yang ada. Pertumbuhan ekonomi tidak berkualitas jika tidak dibarengi dengan serapan tenaga kerja. Alasannya, pertumbuhan ekonominya tinggi, investasinya tinggi tetapi tidak bisa memberikan lapangan kerja yang besar untuk rakyatnya.
” Jika melihat kondisi hari ini, dibawah Rezim Jambi Mantap, patut kita pertanyakan apakah pertumbuhan ekonomi Jambi berkualitas? Menurut saya tidak,” kata Noviardi saat diskusi informal bersama beberapa mahasiswa tentang Projection Business and Industry Provinsi Jambi di Jambi, Rabu Malam (5/7) semalam.
Dalam hal ini ia mengatakan sasaran pertumbuhan ekonomi yang tinggi belumlah cukup menjadi jaminan bahwa kesejahteraan masyarakat akan meningkat secara merata.
Oleh karena itu, sasaran pembangunan tidak hanya berhenti sampai dengan laju pertumbuhan ekonomi yang tinggi saja seperti yang selama ini dilakukan. Melainkan, pertumbuhan ekonomi yang berkualitas dengan memperhitungkan pemerataan pendapatan serta pengentasan kemiskinan dan pengangguran.
Pengamat yang dikenal kritis ini menjelaskan, meski pertumbuhan ekonomi yang sudah membaik dengan aliran investasi yang terus meningkat, nyatanya belum bisa memberikan lapangan pekerjaan secara luas.
Badan Pusat Statistik (BPS) merilis pertumbuhan ekonomi Provinsi Jambi secara kumulatif tahun 2022 mencapai 5,13 persen yang ditopang oleh sektor pertanian.
” Pertumbuhan ekonomi Jambi tahun 2022 jauh lebih tinggi dibanding tahun 2021 yang tumbuh sebesar 3,69 persen. Dari sisi produksi, pertumbuhan tertinggi terjadi pada lapangan usaha transportasi dan pergudangan sebesar 16,92 persen. Namun, sayangnya pertumbuhan ini belum mampu menyediakan lapangan kerja bagi masyarakat, apalagi menekan angka kemiskinan dan pengangguran, pertumbuhan kita termakan inflasi hingga penurunan daya beli, ” ungkapnya.
Buktinya, ditengah pertumbuhan yang terjadi, APBD yang meningkat dan Investasi yang dilakukan tingkat pengangguran mengalami fluktuasi dalam kurun waktu 3 tahun terakhir, yakni 2019, 2020 dan 2021.
” Data tingkat pengangguran terbuka di Provinsi Jambi tahun 2021 adalah sebesar 5,09 persen yang mengalami sedikit penurunan dibandingkan tahun 2020 dan meningkat dibandingkan tahun 2019. TPT di tahun 2020 adalah sebesar 5,13 persen sedangkan di tahun 2019 sebesar 4,19 persen.” Jelasnya.
Noviardi menjelaskan Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) mengacu pada Konsep Internasional Labour Organisation (ILO) merupakan persentase dari jumlah pengangguran dibagi dengan jumlah angkatan kerja.
Angka TPT ini mengalami fluktuasi setiap kabupaten-kota. Selanjutnya untuk TPT di masing-masing kabupaten-kota juga mengalami fluktuasi tak memiliki pondasi ekonomi yang kokoh.
Selain itu Noviardi juga menerangkan realisasi nilai investasi pada 2022 lalu di Provinsi Jambi mencapai kurang lebih Rp 4,7 triliun, walaupun Jambi di bidang transportasi masih menjadi problem (masalah) investasi saat ini.
“Secara nasional jika dibandingkan rata – rata TPT dengan Investasi, maka penyerapan lapangan pekerjaan hanya 1,3 juta orang, berarti setiap Rp 1 triliun cuma hasilkan 1.081 pekerjaan dibandingkan tahun 2013 lalu setiap Rp 1 triliun hampir 4.600 pekerja,” paparnya.
Hal ini menurutnya mencerminkan kondisi capital intensive industri atau kondisi di mana produksi memerlukan biaya modal yang lebih tinggi dibandingkan dengan kebutuhan biaya untuk tenaga kerja. Oleh karena itu, ia menilai arah kebijakan sektor industri Provinsi Jambi ke depan harus terus dibenahi.
Discussion about this post