Haluannews Ekonomi – Dunia penagihan utang di Indonesia menyimpan kisah menarik, bahkan menyeramkan. Tiga nama legendaris, John Kei, Hercules, dan Basri Sangaji, pernah mendominasi bisnis ini dengan cara-cara yang kontroversial. Mereka bukan sekadar penagih utang biasa, melainkan figur yang disegani—bahkan ditakuti—di jagat ekonomi bawah tanah.

Related Post
Awalnya, ketiganya datang ke Jakarta dengan latar belakang berbeda. John Kei, mencari perlindungan dari masalah hukum di Maluku dan Surabaya. Basri Sangaji datang untuk mengadu nasib, sementara Hercules, mantan anggota TBO Kopassus di Timor Timur, tiba di ibukota bersama tentara. Di Jakarta, mereka membentuk kelompok preman yang beranggotakan para pendatang, terutama dari Ambon dan Timor.

Pada era Orde Baru, Hercules dikenal sebagai preman yang membawa senjata tajam. Kelompok-kelompok ini, awalnya menjaga "ketertiban" wilayah, berkembang menjadi mesin penagih utang dan makelar tanah. Krisis ekonomi 1998 menjadi katalis pertumbuhan bisnis mereka. Bank-bank yang kolaps meninggalkan banyak kredit macet, membuka peluang besar bagi para debt collector.
Nama John Kei, Basri Sangaji, dan Hercules semakin melambung seiring peningkatan permintaan jasa mereka oleh perusahaan besar, terutama untuk mengamankan aset tanah di Jakarta yang saat itu masih semrawut. Mereka membangun kerajaan bisnis yang besar, meski tak selamanya formal. Keberhasilan mereka menginspirasi banyak anak buah untuk mendirikan bisnis serupa, menciptakan persaingan dan konflik antar kelompok.
Perseteruan antar kelompok, bahkan sampai melibatkan bentrokan dengan aparat, menunjukkan sisi gelap bisnis ini. Hercules dan John Kei pernah terlibat kasus pembunuhan. Meskipun para "raja" ini kini sebagian besar telah mendekam di penjara atau beralih profesi, legasi mereka dalam dunia penagihan utang di Indonesia tetap kuat, dan identitas debt collector di Tanah Air masih lekat dengan kelompok-kelompok dari Indonesia Timur.
Saat ini, John Kei kembali mendekam di penjara, sementara Hercules dikabarkan telah bertaubat dan beralih menjadi pengusaha. Kisah mereka menjadi bukti betapa kompleks dan kontroversial dunia penagihan utang di Indonesia.
Editor: Rohman
Tinggalkan komentar