Perang Tarif & AI: Strategi Investasi DBS di Tengah Badai Ekonomi Global!

Perang Tarif & AI: Strategi Investasi DBS di Tengah Badai Ekonomi Global!

Haluannews Ekonomi – Tahun 2025 dibuka dengan tantangan berat bagi pasar keuangan global. Kebijakan kenaikan tarif impor Amerika Serikat (AS) terhadap mitra dagangnya, terutama China, memicu kekhawatiran akan perang dagang yang berpotensi melemahkan ekonomi global. Situasi ini diperparah oleh kebijakan imigrasi AS dan pemangkasan pegawai federal yang mengurangi kepercayaan konsumen. Indonesia pun merasakan dampaknya, dengan pertumbuhan PDB kuartal I-2025 melambat menjadi 4,85%, turun dari 5% pada kuartal sebelumnya.

COLLABMEDIANET

DBS Group Research, merespon situasi ini dengan merevisi proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia. "Bank Indonesia memprioritaskan stabilitas pasar keuangan di kuartal pertama, dibantu inflasi yang terkendali," ujar Radhika Rao, Senior Economist DBS Group Research. "Namun, kami memperkirakan prospek yang lebih hati-hati seiring perkembangan tarif dan dampaknya pada kawasan, sementara BI cenderung oportunis dalam pemotongan suku bunga."

Perang Tarif & AI: Strategi Investasi DBS di Tengah Badai Ekonomi Global!
Gambar Istimewa : awsimages.detik.net.id

Ancaman resesi global mendorong spekulasi pemangkasan suku bunga lebih besar di China dan Eropa, sementara Jepang cenderung menaikkan suku bunga acuan. Komoditisasi kecerdasan buatan (AI), khususnya kemunculan DeepSeek yang menyaingi ChatGPT-4o dengan biaya lebih rendah, juga mewarnai pasar. Hal ini memicu aksi jual saham teknologi, namun DBS melihat potensi keuntungan jangka panjang dari terobosan ini.

Menyikapi volatilitas pasar, Chief Investment Officer DBS, Hou Hey Fook, merekomendasikan dua perubahan portofolio utama untuk kuartal II-2025. Pertama, menurunkan porsi saham AS menjadi underweight tiga bulan ke depan, namun tetap overweight 12 bulan, mempertahankan keyakinan pada sektor teknologi dan kesehatan AS. Kedua, meningkatkan porsi saham Eropa menjadi overweight tiga bulan (tetap underweight 12 bulan), dengan fokus pada sektor industri, keuangan, kesehatan, dan teknologi.

Strategi ini bertujuan diversifikasi portofolio, mengurangi risiko konsentrasi pada saham teknologi AS (Magnificent Seven), dan meningkatkan eksposur pada emas dan aset privat. Lonjakan harga emas didorong permintaan safe haven akibat ketidakpastian ekonomi di era "Donald Trump 2.0". DBS juga menyoroti portofolio 40/30/30 (40% ekuitas, 30% obligasi, 30% aset alternatif) yang terbukti lebih tahan banting dibanding portofolio 60/40 selama periode tekanan finansial.

DBS tetap overweight pada obligasi, terutama obligasi investment grade (IG) dengan peringkat A/BBB, sebagai lindung nilai terhadap perlambatan ekonomi dan potensi pemangkasan suku bunga The Fed. Untuk saham, DBS bersikap netral, tetap optimis terhadap pertumbuhan jangka panjang saham teknologi AS, namun juga melihat peluang di China pasca-DeepSeek dan di Eropa. Aset alternatif, khususnya emas dan aset privat, tetap menjadi pilihan DBS untuk diversifikasi dan imbal hasil yang stabil.

Lebih lanjut, DBS memberikan rekomendasi taktis: prioritaskan obligasi di tengah ketidakpastian ekonomi AS; diversifikasi saham di luar S&P 500, dengan fokus ke Eropa dan sektor teknologi/konsumsi China; tetap overweight pada obligasi; dan manfaatkan peluang emas dan aset privat. Emas dinilai menguntungkan di era "Trump 2.0", sementara aset privat menawarkan potensi pertumbuhan tinggi dengan risiko leverage yang lebih rendah.

Editor: Rohman

Jika keberatan atau harus diedit baik Artikel maupun foto Silahkan Laporkan! Terima Kasih

Tags:

Ikutikami :

Tinggalkan komentar