Haluannews Ekonomi – Kejanggalan kinerja PT Kimia Farma Tbk (KAEF) menjadi sorotan Komisi VI DPR RI. Emiten farmasi BUMN ini mencatatkan kerugian hingga Rp 421,8 miliar pada kuartal III-2024, sebuah angka yang mengejutkan mengingat perusahaan ini menguasai 1.054 apotek. Anggota Komisi VI DPR RI, Imas Aan Ubudiah, mengungkapkan kebingungannya dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) Kamis (8/5/2025). "Bisnis farmasi biasanya sangat menguntungkan, kok Kimia Farma bisa rugi?" tanyanya kepada direksi KAEF.

Related Post
Imas mempertanyakan strategi bisnis KAEF. Menurutnya, jumlah apotek yang besar seharusnya mampu menghasilkan keuntungan signifikan. Namun, ia menduga harga obat yang tidak kompetitif menjadi penyebabnya. "Warga di daerah pemilihan saya, Garut dan Tasikmalaya, sebenarnya nyaman dengan pelayanan Kimia Farma, tapi kenapa obatnya lebih mahal dari kompetitor?" tegas politikus PKB ini. Ia menekankan pentingnya peran BUMN dalam menyediakan obat-obatan dengan harga terjangkau dan pelayanan prima.

Ribuan apotek dan klinik yang dimiliki KAEF seharusnya menjadi aset berharga untuk inovasi dan perluasan pasar, kata Imas. Ia menyarankan agar KAEF fokus pada strategi yang lebih agresif untuk meningkatkan daya saing, termasuk menjalin kerja sama strategis. "Kepercayaan masyarakat akan kembali jika Kimia Farma menawarkan harga yang lebih murah dan pelayanan yang lebih baik," pungkasnya.
Laporan keuangan KAEF menunjukkan laba kotor Rp 2,35 triliun pada periode Januari-September 2024. Namun, beban usaha yang mencapai Rp 2,65 triliun, terutama beban penjualan (Rp 1,58 triliun) yang meliputi gaji karyawan, promosi, dan pemeliharaan, serta beban umum dan administrasi (Rp 1,07 triliun), mengakibatkan kerugian besar. Kerugian ini meningkat drastis 137,9% dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya.
Ke depan, KAEF perlu melakukan evaluasi menyeluruh terhadap strategi bisnisnya agar dapat meningkatkan profitabilitas dan memenuhi ekspektasi sebagai BUMN.
Editor: Rohman
Tinggalkan komentar