Haluannews Ekonomi – Rencana pemerintah untuk mengenakan bea keluar (BK) pada komoditas batu bara dan emas mulai tahun 2026 menuai kritik dari pelaku industri. CEO Ucoal Mining Resources, F.H Kristiono, menilai kebijakan ini berpotensi kontraproduktif dan mengancam daya saing sektor batu bara.

Related Post
Kristiono mengingatkan bahwa aturan ini bertentangan dengan Undang-Undang Kepabeanan No. 17/2006 dan akan semakin membebani dunia usaha di tengah tren penurunan harga komoditas. Industri batu bara saat ini sudah dihadapkan pada berbagai aturan yang ketat dan rumit, sehingga pengenaan bea keluar dikhawatirkan akan semakin menekan profitabilitas.

Saat ini, industri batu bara harus membayar pajak sekitar 12% dari total produksi, ditambah royalti PNBT kehutanan dan lingkungan hidup yang mencapai hampir 21%. Akibatnya, biaya produksi membengkak hingga 60-63%, menyisakan marjin profit yang sangat tipis, hanya sekitar 4-5%.
Di sisi lain, pelaku usaha juga menghadapi rencana kenaikan Domestic Market Obligation (DMO) batu bara menjadi lebih dari 25%. Kenaikan DMO ini dipicu oleh penurunan produksi batu bara domestik, yang mengharuskan peningkatan pasokan untuk memenuhi kebutuhan energi dalam negeri.
Para penambang berharap, kenaikan DMO ini diimbangi dengan upaya meningkatkan kualitas batu bara yang dialokasikan untuk kebutuhan domestik. Hal ini penting mengingat produksi batu bara diperkirakan akan anjlok hingga 100 juta ton pada tahun 2025. Kebijakan yang tidak tepat sasaran dikhawatirkan akan memperburuk kondisi industri batu bara nasional.
Editor: Rohman










Tinggalkan komentar